Tulisan Pertama di Tahun 2023 | Thank You, My Self!

by - Januari 01, 2023


Pernah suatu hari ada hal yang membuatku tidak ingin menulis lagi. Entah apapun yang aku tulis saat itu, baik perihal pengalaman, curahan hati di buku harian atau hal-hal random yang biasanya muncul langsung aku torehkan di kertas maupun catatan digital. 
Hari itu dimana aku betul-betul merasa bosan dengan rutinitas, ingin menyerah karena semuanya tampak sama dan sia-sia. Hanya umurku yang semakin bertambah di belakang kepala 2.

Hari ini, hari pertama di tahun yang baru. Sebuah catatan bersejarah yang terus akan menjadi kisah bila aku tulis dan bisa saja suatu waktu aku pasti lupa (tanpa ku catat). Maka, tulisan adalah bentuk pengingat supaya aku tidak mudah melupakan hal-hal yang remeh temeh tetapi memiliki makna di setiap waktunya.

Ketika ingin berhenti menulis, aku teringat satu mimpi dan cita-cita yang tak pernah pudar dimakan waktu. Meski apa yang ingin kucapai sejak remaja belum ada yang masuk kategori berhasil. Aku sadar bahwa tulisan yang aku buat tak sehebat para penulis yang jam terbangnya tinggi. Apalah aku yang hanya menulis perihal keluh kesah hidup dan si motivator bagi diriku sendiri yang tak jarang sering merasa sok kuat padahal aslinya begitu lemah.

Sebuah impian dan cita-cita terkadang tidak selalu muncul di depan mata bagaikan baliho merek gawai yang berjejer di pinggir jalan dan bisa saja berganti setiap beberapa bulan sekali. Aku hanya dapat membandingkan diriku saat ini dengan hari-hari yang lewat. Ternyata kalau ada grafik yang menggambarkan bahwa aku memiliki kemajuan dalam sebuah hal tentang diriku sendiri, bentuknya mungkin seperti tangga yang terus naik.

Lalu, aku boleh kan berbangga pada diriku sendiri dan berterima kasih pada diriku sendiri juga?

Bisa saja hanya sekian persen yang percaya dan itu pun hanya aku bahwa aku bisa melampaui apa yang seharusnya aku mampu, meski tertatih dan yang merasakan pahitnya hanya aku. Lagi dan lagi, aku kembali melibatkanNya dalam setiap apa yang ingin aku lakukan dan aku inginkan (butuh).

Aku mengenal tiga kata yang baru-baru ini aku temui : penerimaan, penolakan dan keraguan. Semuanya tidak bisa dikontrol kecuali kita yang mengontrol dalam menghadapi itu semua. 

Penerimaan diri, bahwa ternyata aku tak bisa memaksa untuk menjadi orang lain. Sebuah benang merah yang perlahan aku memahami maksudnya. 

Penolakan, bisa saja aku bukan target dari orang itu dan atmosfer tersebut tidak akan pernah pas untuk diriku kedepannya atau di lain kesempatan ketika aku sudah betul-betul siap. Sudah ada porsinya. 

Keraguan, mungkin sebuah pembelajaran bahwa aku harus bijak dalam memilih dan menerima segala resiko yang ada untuk dijalani.
Ketiga kata tersebut saat ini menjelma menjadi gabungan ramuan yang siap aku teguk dikala penyakit overthinking, over reacted dan rasa sedih itu muncul. Kata orang, aku lebay. Iya bagaimana lagi, aku sudah berusaha menjadi biasa saja tetapi sulit. Ternyata dipikir-pikir aku sudah mulai bisa menerima itu dan sebagai bentuk penerimaan aku pun memiliki kesadaran untuk mengelolanya dengan baik. 

Meski sangat sulit untuk menerimanya, menolaknya dan menghempas keraguan aku berusaha untuk terus percaya bahwa semuanya telah disiapkan oleh Allah. Apapun itu yang terbaik dan tentu sesuai dengan kapasitas diriku jika telah siap akan menerima sesuatu yang aku butuhkan bukan inginkan. Pembelajaran yang tak berkesudahan dan menjadi pribadi yang luwes, fleksibel serta tak mudah menyerah. Mungkin catatan ini akan terus bersemayam selamanya di hatiku, entah bagaimanapun ketika tahu bahwa aku seperti ini adanya. 

Aku ternyata tidak cocok untuk "berlari dengan buru-buru". Juga dengan waktu yang membuatmu dan aku merasa dikejar? Padahal... Tidak ada yang perlu dikejar, kalau kamu sanggupnya berjalan ya jalan saja. Tak harus berlari, katanya perutmu mudah sakit ketika tiba-tiba lari. Juga jangan pula jumawa dan enggan berbenah, karena asa yang ada dalam dirimu punya hak untuk dicapai dan itu kewajibanmu untuk menunaikannya.

Bismillah~

You May Also Like

0 comments