Kalau dihitung-hitung setelah tinggal cukup lama di Palembang, sebenarnya jarak dari Kenten Laut ke BKB tidak jauh, hanya 20 menit bila melewati jalan tikus yang tentunya driver orang asli bukan orang “baru”. Apalagi aku yang catatan kakinya hanya masyarakat pendatang :D. Bukan main lagi cerita tersesat di kota ini. Mungkin beberapa teman dekatku yang sering aku ceritakan pengalaman tersesatku sudah hafal dengan kebiasaan tersebut. Baca Maps tak pandai, bertanya dengan orang juga kadang masih salah jalan, mengikuti insting tambah nyasar hadeh!! Tapi,. pelajaran buatku yaitu bias tahu jalanan di Palembang hehehe.
Aku melangkahkan kakiku menuju tempat yang ku rasa pas untuk duduk sejenak.. Jalanan di lapangan ini benar-benar tampak sepi dan lengang. Orang-orang tak seramai biasanya. Ku lihat jam di arlojiku, wajar saja masih pukul sebelas siang. Mau ngapain orang-orang beseliweran di lapangan yang panas ini.
Aku pun duduk di salah satu pojok yang cocok untuk mengambil gambar dengan ponselku yang tak seberapa, juga menghindari sengatan matahari yang tak terlalu menyengat. Hanya saja ingin menikmati hembusan angin yang semilir dengan tenang tanpa grasak grusuk kepanasan. Terakhir kali ke sini Desember 2020 lalu. Ramai, dan tidak selega ini bisa memandang ke arah sungai dengan lebih tenang. Tak ada suara musik ga jelas dan keriuhan lain, hanya suara riak sungai dari permukaan air yang berlawanan ketika bertemu papan boats, kapal besi yang mengapung juga perahu kecil yang seolah berlari di atas air juga hembusan angin yang sejuk.
Berjalan-jalan di sini, mengingatkanku pada kenangan bersama teman sekelas ketika masih nyantri di dekat daerah ini. Setiap pelajaran olahraga, kami selalu riang gembira karena akan keluar asrama. Artinya bisa bebas jalan-jalan, meskipun hanya di sekitaran BKB saja. Dulu belum sebagus ini, area monumen Iwak Belido hanyalah sebuah lapangan kosong yang masih berserakan sampah, puntung rokok dan botol plastik air mineral. Ketika pagi hari, suasana BKB begitu sepi. Karena ia akan ramai saat matahari perlahan-lahan menuju peraduan. Berbagai jenis kuliner khas akan mudah ditemukan di sini. Harganya juga bervariasi dan kita akan kenyang dalam sekejap . Kami berjalan menuju Museum SMB 2, MONPERA (ini keren sekali, pernah diberi kesempatan sampai ke atas gedungnya seolah-olah jadi pemantau keadaan di luar ketika sedang ada perang) lalu duduk-duduk dan membeli jajan meskipun hanya bermodal lima ribu rupiah, sudah sangat berarti untuk jajan di luar asrama :’). Kalau ingin ditulis semuanya, tak akan cukup ketika mengingat ceritaku yang berlimpah ruah, asekk.
Monumen Iwak Belido |
Palembang memang sebuah kota yang menurutku cukup besar, karena aku berasal dari kota kecil bernama kabupaten a.k.a cak dusun wkwk, jadi bagiku berjalan-jalan di sini seolah membawaku pada kenangan lama ketika tiga tahun menjadi santri di sini. Akan ada tempat lain yang pasti ku kunjungi suatu saat nanti. Lokasi pertama ketika aku keluar dari rumah, Palembang adalah tempat terjauh dan terlama aku tinggal. Mungkin akan ada tempat lain yang jenisnya sama di seluruh dunia. Terutama BKB adalah satu tempat pertama ketika aku menginjakkan kaki dan aku dibuatnya jatuh hati. Karena di sini, aku bisa benar-benar melihat sungai yang besar, jembatan merah yang merona serta memperjelas alun-alun itu seperti apa. Selain alun-alun Metro, BKB hampir sama. Bedanya, Metro ibukota daerah tempatku dilahirkan, jadi cukup terkenang suasana asal kelahiran. BKB tempatku dimana daerah sekitarnya pernah menjadi saksi bisu ketika aku menimba ilmu.
Suatu hari nanti, akan ada kesempatan untuk menimba ilmu di tempat yang jauh lebih masyhur. Dimana pusat ilmu yang ingin aku fokuskan berada di sana dan tempatnya akan penuh kenangan manis yang membawaku untuk selalu merindukannya.
See you again
Posting Komentar